Uang dalam ilmu ekonomi tradisional didefinisikan
sebagai setiap alat tukar yang dapat diterima secara umum. Alat tukar itu dapat
berupa benda apapun yang dapat diterima oleh setiap orang di masyarakat dalam proses pertukaran barang
dan jasa. Dalam ilmu ekonomi modern, uang
didefinisikan sebagai sesuatu yang tersedia dan secara umum diterima sebagai
alat pembayaran bagi pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta kekayaan
berharga lainnya serta untuk pembayaran hutang.Beberapa ahli juga menyebutkan fungsi uang
sebagai alat penunda pembayaran.
Keberadaan
uang menyediakan alternatif transaksi yang lebih mudah daripada barter
yang lebih kompleks, tidak efisien, dan kurang cocok digunakan dalam sistem
ekonomi modern karena membutuhkan orang yang memiliki keinginan yang sama untuk
melakukan pertukaran dan juga kesulitan dalam penentuan nilai. Efisiensi yang
didapatkan dengan menggunakan uang pada akhirnya akan mendorong perdagangan dan
pembagian tenaga kerja yang kemudian akan meningkatkan produktifitas dan kemakmuran.
Pada
awalnya di Indonesia, uang —dalam hal ini uang kartal— diterbitkan oleh pemerintah Republik Indonesia.
Namun sejak dikeluarkannya UU No. 13 tahun 1968 pasal 26 ayat 1, hak pemerintah
untuk mencetak uang dicabut. Pemerintah kemudian menetapkan Bank Sentral, Bank Indonesia, sebagai satu-satunya
lembaga yang berhak menciptakan uang kartal. Hak untuk menciptakan uang itu
disebut dengan hak oktroi.
Pengertian dan Fungsi Uang
Dalam peradaban modern, hampir seluruh aspek kehidupan
masyarakat tidak ada yang tidak terkait atau tidak ada yang tidak membutuhkan
uang. Begitu pentingnya peran uang dalam kehidupan masyarakat, sehingga hampir
tidak ada aktivitas kehidupan anggotanya yang bebas berurusan dengan uang.
Meskipun pada awalnya uang hanya berperan sebagai alat bantu untuk memudahkan
umat manusia melakukan tukar menukar barang maupun jasa, tetapi sejalan dengan
perkembangan peradaban, uang telah mengambil peran yang amat penting dalam
kehidupan, sehingga dapat dinyatakan secara umum, bahwa dalam peradaban modern,
orang tidak lagi dapat hidup tanpa uang. Pernyataan itu benar belaka, oleh
karena dalam peradaban modern, apa saja dapat diperoleh dengan uang, sebab uang
diterima sebagai alat pembayaran untuk beragam barang dan jasa yang dibutuhkan
oleh manusia. Penerimaan uang sebagai alat yang dapat dipergunakan untuk
mendapatkan barang dan jasa serta pembayaran lain oleh masyarakat secara umum,
menjadikan uang amat penting bagi kehidupan dan orang memburunya sebagai sarana
untuk meraih kekayaan dan kesejahteraan hidup.
Dalam konteks kehidupan perekonomian secara umum, seringkali uang dianalogkan dengan darah dalam tubuh yang menopang kehidupan. Kenyataannya, kehidupan ekonomi masyarakat tidak akan hidup tanpa peran uang di dalamnya. Kuat dan lesunya kehidupan ekonomi suatu masyarakat, sebagian besar amat ditentukan oleh lancar tidaknya aliran uang dalam perekonomian. Seperti halnya darah dalam tubuh, bila volumenya berlebihan akan mengakibatkan sakit, demikian pula sebaliknya, bila volumenya kurang, juga akan mengakibatkan tubuh lesu dan tidak sehat. Uangpun demikian, bila jumlahnya melebihi kebutuhan dalam perekonomian, maka akan mengakibatkan kehidupan ekonomi tidak normal, dan sebaliknya bila kurang akan mengakibatkan kelesuan bagi perekonomian. Untuk mengaturnya diperlukan pemahaman yang baik atas faktor-faktor yang mempengaruhi peredaran atau aliran uang. Demikianlah uang dapat menjadi sesuatu yang sangat penting untuk menggiatkan kehidupan perekonomian, akan tetapi uang juga dapat menjadi penyebab lesu bahkan runtuhnya kegiatan perekonomian. Terkait dengan itu diperlukan pemahaman yang baik tentang segala sesuatu berkenaan dengan uang, agar kita dapat memfungsikannya dengan baik bagi peningkatan kehidupan ekonomi.
Dalam konteks kehidupan perekonomian secara umum, seringkali uang dianalogkan dengan darah dalam tubuh yang menopang kehidupan. Kenyataannya, kehidupan ekonomi masyarakat tidak akan hidup tanpa peran uang di dalamnya. Kuat dan lesunya kehidupan ekonomi suatu masyarakat, sebagian besar amat ditentukan oleh lancar tidaknya aliran uang dalam perekonomian. Seperti halnya darah dalam tubuh, bila volumenya berlebihan akan mengakibatkan sakit, demikian pula sebaliknya, bila volumenya kurang, juga akan mengakibatkan tubuh lesu dan tidak sehat. Uangpun demikian, bila jumlahnya melebihi kebutuhan dalam perekonomian, maka akan mengakibatkan kehidupan ekonomi tidak normal, dan sebaliknya bila kurang akan mengakibatkan kelesuan bagi perekonomian. Untuk mengaturnya diperlukan pemahaman yang baik atas faktor-faktor yang mempengaruhi peredaran atau aliran uang. Demikianlah uang dapat menjadi sesuatu yang sangat penting untuk menggiatkan kehidupan perekonomian, akan tetapi uang juga dapat menjadi penyebab lesu bahkan runtuhnya kegiatan perekonomian. Terkait dengan itu diperlukan pemahaman yang baik tentang segala sesuatu berkenaan dengan uang, agar kita dapat memfungsikannya dengan baik bagi peningkatan kehidupan ekonomi.
a. Pengertian Uang
Orang awam seringkali memaknai uang
dalam pengertian yang bermacam-macam. Kata uang seringkali disinonimkan dengan
kekayaan. Bila ada orang menyatakan, “Badrun kaya” diartikan dia memiliki
banyak uang. Dalam hal ini, bisa jadi Badrun memang memiliki banyak uang,
tetapi yang dimilikinya bukan sekedar uang, mungkin dia juga memiliki saham,
obligasi, mobil, rumah mewah dan barang-barang lain yang bukan sekedar uang.
Secara umum orang awam mengidentikkan uang dengan kekayaan, oleh karena uang
begitu fleksibel untuk dapat diubah menjadi barang dan jasa yang menopang
tingkat kekayaan seseorang. Demikian pula orang awam seringkali menyamakan kata
uang dengan pendapatan. Bila ada ungkapan, “Susie berhasil memperoleh pekerjaan
yang baik dan menerima banyak uang setiap bulannya.” Uang dalam ungkapan tersebut,
sebenarnya lebih tepat dinyatakan sebagai pendapatan, yaitu suatu aliran
penerimaan yang diperoleh seseorang per unit waktu tertentu, dalam bentuk upah
atau gaji karena kerja yang telah dijalaninya. Oleh karena aliran penerimaan
tersebut biasanya dalam bentuk uang, maka orang awam menyamakan pengertian uang
dengan pendapatan.
Kalangan ekonom mengartikan uang
dengan cara yang lebih spesifik, yaitu segala sesuatu yang diterima secara umum
dalam pembayaran untuk memperoleh barang dan jasa atau dalam pembayaran kembali
hutang (Mishkin, 2004). Sebagai alat pembayaran, dengan pengertian tersebut,
uang dapat dipahami sebagai mata uang biasa (currency) yang umum dipakai
masyarakat dalam berbagai transaksi berupa lembaran kertas atau koin dari
logam. Terkait dengan itu Kasmir (2003) memaknai uang sebagai alat pembayaran
dalam suatu wilayah tertentu. Pada kenyataannya, masing-masing negara memang
memiliki mata uangnya sendiri-sendiri dan umumnya mata uang tersebut hanya laku
di negara yang bersangkutan. Meskipun demikian ada mata uang yang banyak
diterima di berbagai negara, seperti US dollar dan Euro (dan dalam
perkembangannya nanti, diperkirakan beberapa kawasan regional, seperti kawasan
Asia Tenggara, Asia Timur, Amerika Selatan akan mengikuti jejak negara-negara
Eropa untuk menggunakan satu jenis mata uang tertentu sebagai alat transaksi).
Dalam perkembangan perekonomian, uang sebagai alat pembayaran tidak terbatas
hanya berupa mata uang biasa yang umum dipakai dalam masyarakat, akan tetapi
bisa pula berupa cek, atau kartu kredit, dan oleh karena dapat diterima sebagai
alat pembayaran, maka keduanya dapat pula disebut sebagai uang. Pada golongan
masyarakat yang telah maju, justru cek atau kartu kredit yang banyak
dipergunakan sebagai alat pembayaran, meskipun untuk pembayaran akhirnya, tetap
menggunakan mata uang biasa.
Sejak pertama peradaban manusia
mengenal uang sebagai alat bantu pembayaran, hingga saat ini telah terjadi
evolusi dalam sistem pembayaran. Perkembangan cara masyarakat untuk melakukan
pembayaran dalam transaksi ekonomi akan mempengaruhi makna uang di masa-masa
yang akan datang.
1)Uang Komoditas (Commodity Money)
Pada perkembangan awal, mata uang sebagai alat
pembayaran berupa barang atau komoditas yang diterima secara umum oleh
masyarakat. Agar barang tersebut dapat diterima secara umum, maka harus berupa
barang yang berharga. Sejarah mencatat ada beragam barang yang pernah dipakai
masyarakat sebagai mata uang, akan tetapi yang banyak dipakai adalah logam
mulia berupa emas atau perak. Sebagai alat transaksi, legalitas kedua logam
tersebut sebagai alat pembayaran ditentukan dengan membentuknya menjadi keping
uang logam. Hampir di setiap peradaban masyarakat kemudian mengenal mata uang
yang terbuat dari emas atau perak. Penggunaan komoditas sebagai mata uang
dirasakan tidak efisien, terutama untuk transaksi yang memerlukan mata uang
dalam jumlah yang amat besar. Selain itu dilihat dari sisi keamanan juga tidak
menguntungkan. Dapat digambarkan bila seseorang pada waktu itu melakukan
transaksi yang memerlukan pembayaran dalam jumlah yang besar, maka untuk
membawa uang logam yang amat banyak tentunya memerlukan biaya pengangkutan dan
juga memerlukan pengamanan yang intensif, oleh karena jumlah uang yang demikian
besar akan menarik penjahat untuk beraksi. Ketidakpraktisan penggunaan mata
uang yang terbuat dari logam, menyebabkan manusia mencari alat pembayaran lain
yang lebih praktis.
2) Uang Kepercayaan (Fiat Money)
Kesulitan teknis dalam penggunaan uang komoditas,
memunculkan kertas sebagai penggantinya, dan kemudian masyarakat mengenal mata
uang kertas (paper currency). Pada masa awal pemakaiannya, oleh karena nilai
bahan yang berupa kertas pada dasarnya sangatlah kecil bila dibandingkan dengan
perannya sebagai alat tukar menukar, maka penerimaan atas uang kertas dalam
transaksi, haruslah dijamin oleh logam mulia, artinya pemilik uang kertas
sewaktu-waktu dapat menukarkannya dengan logam mulia yang menjadi jaminannya.
Kepercayaan masyarakat bahwa uang kertas yang mereka terima benar-benar dijamin
oleh logam mulia, merupakan hal paling penting pada proses awal penerimaan
kertas sebagai alat pembayaran. Sejarah mencatat, pada mulanya karena kesulitan
teknis dengan uang komoditas yang berupa logam mulia, masyarakat mulai
menyimpan uang logamnya di bank, dan menerima surat bukti penyimpanan uang.
Surat bukti penyimpanan uang logam inilah yang sebenarnya menjadi embrio
lahirnya uang kertas, oleh karena surat bukti tersebut lama kelamaan dapat
dipergunakan sebagai alat transaksi, dan siapapun pemegangnya dapat menukarkannya
dengan uang logam yang tersimpan di bank.
Kepercayaan atas mata uang kertas yang pada awalnya
tumbuh dari penerimaan masyarakat karena dijamin oleh uang logam, akhirnya
berkembang menjadi kepercayaan yang bertumpu pada legalitas oleh pemerintah,
pada saat mata uang kertas dicetak dan diedarkan oleh pemerintah. Pada tahap
ini jaminan logam mulia atas uang kertas yang beredar pada prinsipnya menjadi
tidak penting lagi, oleh karena mata uang yang dimaksud secara hukum
penggunaannya menjadi sah dan diterima oleh masyarakat suatu negara tanpa
memperdulikan lagi dapat ditukarkan dengan logam mulia atau tidak. Meskipun
demikian dalam hubungannya dengan kepentingan untuk menjaga nilai mata uang
suatu negara dibandingkan dengan mata uang negara lain, biasanya negara perlu
memiliki cadangan logam mulia (biasanya emas) sebagai jaminan. Pada tahap
perkembangan selanjutnya, penerimaan suatu uang kertas tertentu yang didasarkan
pada kepercayaan, tidak lagi terbatas pada kawasan satu negara, mata uang dari
negara yang kuat perekonomiannya dan produk-produknya banyak beredar di pasaran
internasional seperti Amerika Serikat, diterima di berbagai negara dan menjadi
standar pembayaran internasional. Selain itu melalui kesepakatan bersama, di
suatu kawasan regional tertentu dapat diberlakukan pula suatu mata uang
tertentu, seperti mata uang Euro yang berlaku di kawasan Eropa.
3) Cek (Checks)
Sebagai alat pembayaran umum yang diterima oleh
masyarakat, uang kertaspun tidak terlepas dari kesulitan teknis seperti halnya
uang komoditas terutama terkait dengan masalah keamanan. Untuk mengatasinya,
dunia perbankan kemudian mengembangkan cek, yaitu suatu perintah dari seseorang
kepada bank untuk mentransfer uang dari rekening orang yang bersangkutan kepada
rekening orang lain ketika orang tersebut mendepositokan cek yang dimaksud.
Melalui mekanisme pembayaran dengan cek, efisiensi sistem pembayaran dapat
ditingkatkan, oleh karena dengan mekanisme yang dimaksud, tidak diperlukan
pemindahan mata uang. Untuk transaksi dalam jumlah yang besar, penggunaan cek
sangat menguntungkan, apalagi bila pihak-pihak yang melakukan transaksi
sama-sama memiliki rekening pada satu bank, proses pembayaran hanya merupakan
proses pemindah bukuan saldo yang ada pada rekening pihak-pihak yang bersangkutan.
Proses yang agak rumit dialami bila antara pihak yang bertransaksi memiliki
rekening pada bank yang berbeda, karena diperlukan proses clearing antar bank.
4) Pembayaran Elektronik (Electronic Payment)
Penggunaan komputer yang meluas dan perkembangan jaringan
komunikasi melalui komputer dengan internet, menciptakan sistem pembayaran yang
jauh lebih murah, mudah dan efisien dari segi waktu dibandingkan sistem
pembayaran dengan menggunakan cek. Tentu saja hal tersebut berlaku bagi
golongan masyarakat yang telah mampu memanfaatkan teknologi komputer dalam
sistem pembayaran elektronik. Dengan mengakses web site yang disediakan oleh
bank, seseorang dapat melakukan pembayaran hanya dengan mengeclick beberapa
pilihan di komputernya, sehingga tidak hanya biaya yang dapat dihemat, proses
pembayaran hampir dapat dikatakan menjadi menyenangkan (Mishkin, 2004). Pada
tahap perkembangan terakhir bahkan pembayaran elektronik dapat dilakukan dengan
mudah melalui telepon genggam (handphone).
5) Uang Elektronik (E-Money)
Pembayaran elektronik selain menggantikan pembayaran
dengan cek, juga dapat menggantikan pembayaran secara tunai dalam bentuk uang
eletronik (e-money), yaitu uang yang keberadaannya hanya dalam bentuk
elektronik. Bentuk pertama dari uang elektronik berupa kartu debit (debit
card). Dalam keseharian umum dikenal dengan kartu kredit yang dapat
dimanfaatkan oleh konsumen dalam pembelian barang dan jasa melalui transfer
pembayaran dari rekening bank konsumen yang bersangkutan ke rekening pedagang
secara elektronik. Selain lebih aman, penggunaan kartu debit lebih efisien
dibandingkan pembayaran secara tunai maupun dengan cek. Selain itu
penggunaannya juga makin meluas, makin banyak toko, supermarket maupun
pusat-pusat pembelanjaan dan beberapa pelayanan jasa seperti hotel, jasa
transportasi, menyediakan layanan pembayaran dengan menggunakan kartu debit.
Selain dalam bentuk kartu kredit, beberapa bank menerbitkan ATM yang dapat
dimanfaatkan untuk melakukan pembayaran secara elektronik seperti kartu debit.
Perkembangan lebih lanjut dari uang elektronik ada
dalam bentuk stored-value card. Bentuk paling sederhana dari stored-value card
dibeli sebagai pembayaran dimuka, seperti halnya pembelian kartu telpon
prabayar. Bentuk stored-value card yang lebih canggih dikenal dengan kartu
pintar (smart card). Kartu yang dimaksud berisi chip komputer yang dapat diisi
dengan nilai tunai digital dari pemilik rekening bank kapanpun dibutuhkan.
Kartu pintar dapat diisi dari mesin ATM, komputer pribadi yang dilengkapi
dengan pembaca kartu pintar, atau telepon yang dilengkapi perlengkapan khusus.
Setelah berisi nilai tunai digital, kartu pintar dapat dipergunakan sebagai
alat pembayaran seperti halnya kartu debit.
Bentuk ketiga dari uang elektronik disebut sebagai
e-cash, yang dapat dipergunakan untuk melakukan transaksi lewat internet,
terutama untuk pembelian barang dan jasa. Seseorang dapat memperoleh e-cash
dengan cara membuka rekening dengan suatu bank yang memiliki jaringan internet,
dan kemudian bank mentranfer e-cash ke komputer pribadi yang bersangkutan.
Dengan e-cash seseorang dapat membeli barang dan jasa yang ditawarkan lewat
internet dan secara otomatis e-cash ditransfer dari komputer pribadi ke
komputer penjual barang dan jasa. Pedagang dapat mentransfer dana dari rekening
bank konsumen sebelum barang dan jasa dikirimkan.
Demikianlah evolusi perkembangan sistem pembayaran. Ke
depan dengan makin maraknya pembayaran secara elektronik, dimungkinkan akan
terbentuk masyarakat yang bertransaksi tanpa uang tunai (cashless), karena pembayaran
cukup dilakukan secara elektronik melalui komputer. Meskipun demikian selama
pengadaan komputer dan perlengkapan lainnya masih sulit dijangkau oleh kalayak
ramai, ataupun keamanan pembayaran melalui jaringan komputer masih belum
terjamin, karena masih banyaknya ditemui kasus para hacker (pembajak data
elektronik) yang mampu mengakses database atau rekening bank dan melakukan
pencurian dengan memindahkan rekening orang lain ke rekening pribadinya, maka
laju percepatan jumlah anggota masyarakat yang memanfaatkan sistem pembayaran
elektronik akan terhambat, dan prediksi bahwa nantinya masyarakat tidak lagi
memerlukan uang tunai, dianggap sebagai hal yang terlalu berlebihan (Mishkin,
2004).
b. Fungsi Uang
Seperti halnya evolusi yang terjadi
pada cara pembayaran, fungsi uang juga mengalami perkembangan sejalan dengan
kebutuhan manusia terhadap uang dalam kehidupan perekonomian mereka. Pada
awalnya uang hanya berfungsi sebagai alat untuk memperlancar pertukaran yang
semula dilakukan dengan barter (pertukaran in natura). Kesulitan untuk
menentukan kesamaan nilai barang yang akan dipertukarkan dengan cara barter,
dapat diatasi dengan memanfaatkan uang sebagai media, sehingga selain berfungsi
sebagai alat untuk mempermudah pertukaran (means of exchange), uang juga
berfungsi sebagai satuan hitung (unit of account). Pada tahap selanjutnya
sejalan dengan perkembangan peradaban dan aktivitas ekonomi, fungsi uangpun
mengalami perkembangan. Secara terperinci fungsi uang dalam kehidupan manusia
dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Uang sebagai alat tukar menukar
(means of exchange)
Sebagai alat tukar menukar, uang
membawa efisiensi dalam kehidupan ekonomi. Selain mempermudah proses pertukaran
atau traksaksi, dengan uang dapat dihemat waktu yang diperlukan oleh manusia
untuk mempertukarkan barang dan jasa. Sebagai gambaran, dalam perekonomian
barter, pertukaran barang dan jasa dilakukan tanpa uang, bila seorang dokter
ingin menukarkan jasa layanan kesehatan yang dimiliki untuk mendapatkan
makanan, maka dia harus mencari petani yang menghasilkan beras, untuk menemukan
petani yang membutuhkan layanan kesehatan tentu saja tidak mudah, selain itu
juga dibutuhkan waktu. Bila dalam rentang waktu tertentu tidak ada petani yang
sakit dan membutuhkan jasa dokter, bukan tidak mungkin dokter yang bersangkutan
akan mati kelaparan. Kesulitan dan waktu yang diperlukan untuk menukarkan
barang dan jasa, disebut dengan biaya transaksi (transaction cost), dan hal itu
muncul dalam ekonomi barter, oleh karena setiap kali akan melakukan pertukaran
seseorang harus menemukan orang lain yang menginginkan barang atau jasa
miliknya, dan sekaligus juga ingin menukarkan barang atau jasa yang
dimilikinya. Proses pertukaran memerlukan suatu “kejadian yang secara kebetulan
menimbulkan keinginan ganda (double coincidence of wants)”.
Dengan uang, biaya transaksi dapat
ditekan, dan keharusan untuk menemukan double coincidence of wants dapat
dihilangkan. Dengan adanya uang sebagai alat pertukaran, dokter dalam contoh
tadi dapat memberikan layanan kepada siapa saja yang mau membayar jasanya, dan
dengan uang yang diperoleh, dia dapat membeli makanan yang dibutuhkan kepada
petani manapun yang mau menjual bahan makanan. Dengan demikian selain menekan
biaya transaksi, keberadaan uang dalam pertukaran juga mendorong masing-masing
orang untuk menekuni pekerjaannya, tanpa harus merisaukan apakah ada orang lain
yang menginginkan hasil pekerjaannya untuk dipertukarkan. Uang telah
mendorong terjadinya spesialisasi atau pembagian kerja dalam kehidupan ekonomi
masyarakat.
Sebagai alat
tukar, jenis barang yang dijadikan uang mengalami perubahan dan perkembangan,
mulai dari daun-daunan, kerang, kulit, bebatuan, tenunan benang, tembakau,
wiski, rokok, hingga ke logam mulia dan kertas. Dalam bentuknya yang sekarang,
umum dipakai uang yang terbuat dari logam dan kertas, dan sebagai media
pertukaran uang seharusnya memenuhi kriteria sebagai berikut:
(1) diterima dan
dikenal secara umum (acceptability and cognizability), (2) mudah dibakukan
(easily standardized), sehingga mudah ditetapkan nilainya, (3) dapat
dibagi-bagi dalam satuan-satuan hitung yang lebih kecil (divisibility),
sehingga memudahkan pertukaran, (4) mudah dibawa dan tidak mudah rusak
(portability and durability), (5) memiliki nilai yang stabil (stability of
value), (6) jumlahnya mencukupi sesuai dengan kebutuhan perekonomian
(elasticity of supply), dan (7) tidak mudah ditiru atau dipalsukan (difficult
to counterfeit).
(2) Uang sebagai satuan hitung (unit of
account)
Sebagai konsekuensi dari fungsi alat
pertukaran, uang seharusnya juga berfungsi sebagai satuan hitung. Artinya uang
digunakan sebagai penentu nilai atau harga barang dan jasa. Dengan fungsi
sebagai satuan hitung, pertukaran barang dan jasa akan mudah dilaksanakan,
karena nilai atau harga barang dan jasa yang dipertukarkan menjadi jelas
satuan-satuan pengukuran nilainya. Demikian pula dengan berfungsinya uang
sebagai satuan hitung, jasa ataupun kerja seseorang dapat dinilai dengan uang,
demikian pula kekayaan, hutang, ataupun karya seseorang juga dapat dinilai dengan
uang. Menurut Rimsky (2002), esensi dari fungsi uang sebagai satuan hitung
adalah untuk menentukan stabilitas dan keseragaman penggunaan uang dalam proses
pertukaran di berbagai tempat.
(3) Uang sebagai penimbun kekayaan
(store of value)
Oleh karena penerimaan uang oleh
masyarakat luas, uang dapat pula dimanfaatkan untuk menimbun kekayaan, dengan
memiliki uang, berarti memiliki barang dan jasa, oleh karena dengan uang setiap
saat dapat diperoleh barang dan jasa sebagai ukuran kekayaan. Seseorang menimbun
kekayaan dalam bentuk uang pada umumnya didorong oleh keinginan berjaga-jaga
dalam pemenuhan kebutuhannya di masa yang akan datang. Sebagai alat untuk
menimbun kekayaan, uang sebenarnya tidak lebih baik dibandingkan dengan
barang-barang kekayaan lain seperti tanah, rumah, emas, berlian, bahkan saham
atau obligasi. Mengingat barang-barang yang bersangkutan relatif nilainya
stabil dan bahkan berpeluang naik nilainya di masa-masa mendatang. Meskipun
demikian ada kelebihan uang yang tidak dimiliki oleh barang-barang kekayaan
tersebut, yaitu uang merupakan kekayaan yang memiliki likuiditas (liquidity),
artinya uang dengan mudah dapat diwujudkan menjadi barang dan jasa apa saja
untuk memenuhi kebutuhan.
Seberapa baik uang berfungsi sebagai
alat penimbun kekayaan, sangat dipengaruhi oleh stabilitas daya beli uang atau
tingkat harga barang dan jasa. Bila tingkat harga barang secara keseluruhan
naik dua kali lipat, maka daya beli uang akan turun menjadi tinggal
setengahnya. Penurunan daya beli uang dapat diistilahkan dengan inflasi, dan
hal ini dapat mengakibatkan jumlah kekayaan yang ditimbun (dalam bentuk uang)
mengalami penurunan. Selain itu penurunan nilai mata uang domestik terhadap
mata uang asing juga dapat menyebabkan kekayaan yang ditimbun dalam bentuk uang
mengalami penurunan. Oleh karena dengan penurunan tersebut, berarti daya beli
uang domestik yang ditimbun untuk ditukarkan dengan mata uang asing, atau
barang dan jasa dari luar negeri juga akan menurun. Berdasarkan hal tersebut,
fungsi uang sebagai penimbun kekayaan, mempersyaratkan adanya stabilitas nilai
uang.
(4) Uang sebagai standar pembayaran yang
ditangguhkan (standard for deferred payments)
Fungsi uang sebagai standar
pembayaran yang ditangguhkan seringkali disebut pula sebagai standar pencicilan
hutang. Artinya uang dapat dipergunakan untuk menentukan nilai hutang-piutang
baik yang pembeyaran dilakukan dengan cara tunai maupun angsuran. Berdasarkan
nilai uang dapat ditentukan nilai hutang-piutang pada saat pencairannya dan
waktu pelunasannya di masa yang akan datang. Sama seperti fungsi uang sebagai
alat penimbun kekayaan, untuk memenuhi fungsi ini, stabilitas nilai uang
menjadi syarat yang diperlukan, terutama stabilitas nilai yang terkait dengan
daya beli uang dan nilai mata uang domestik dibandingkan dengan mata uang asing
(inflasi dan deflasi).
(5) Uang sebagai komoditas (commodity)
Dalam perkembangannya, uang yang
semula hanya berfungsi sebagai alat tukar menukar, berfungsi pula sebagai
komoditas yang dapat diperdagangkan. Hal ini nyata dalam perdagangan valuta
asing. Kondisi ini muncul karena dalam perekonomian, kurs mata uang suatu
negara senantiasa fluktuatif terhadap mata uang atau valuta asing. Uang sebagai
barang dagangan diperjual belikan, dengan harapan dapat meraih keuntungan dari
naik turunnya kurs yang terjadi setiap waktu.
Demikianlah fungsi-fungsi uang yang terus berkembang
sejalan dengan perkembangan kehidupan perekonomian. Dengan fungsinya tersebut,
uang telah menempati posisi yang penting dalam kehidupan manusia, baik secara
pribadi maupun dalam kehidupan bersama di masyarakat.
Referensi:
http://fafa23hanyfa.wordpress.com/2008/12/24/perkembangan-uang-di-indonesia/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar